Minggu, 26 Oktober 2008

Puisi – Puisi Ramayani Tahun 2008


Perempuan yang tertawan disepucuk jambi diperjalanan malam 16

Aku perempuan yang tak lagi perawan oleh tuan yang dermawan

Aku melihat langit begitu terang melayangkan angan yang terbang

Tapi matahari begitu terik dalam riang yang ingin kugapai

Dan berita menunggu riak riak yang menunggu dipelabuhan

Aku lupa adat istiadat dan martabat karna kilau yang lebat

Aku terlempar oleh malu yang telah tergantikan oleh rok mini

sarung dan baju kurungku disimpan oleh ketua adat

untuk upacara mengenang legenda negeri beradat

tapi aku harus bertahan hidup

dari ribuan kalimat kalimat kusam

yang tak pernah menyisakan kata dan nyawa untukku berangkat

mulutku telah tertawan

kaki ku telah bercawan

hatiku terus berkaca kaca dan meneteskan darah

karna luka yang kupendam

aku hanya menjadi mimpi buruk yang ditinggali oleh malikat

yang merengggut mimpi dalam jalan yang telah terpotong

adakah peci putih itu memeberikan doa untukku kembali

walau dengan mata yang setengah terbuka pasangkan jilbab di kepalaku ya ….alim

telah berjuta juta butir keringat yang ku simpan mencari fiqih yang mengembalikanku

kalau ayat ayat tuhan itu terlalu jauh dariku

kenapa nadi ku belum berbatas

bukankah ada ruang untukku memakai kembali sarung dan baju kurungku

agarku mampu menyunggingkan senyum dalam lenggang riak batang hari

dan menyunting jari nan sepuluh untuk negeriku

Padang,3 April 2008

Dongeng Negeri mimpi

Aku menyaksikan berpuluh puluh jrigen minyak tanah berbaris dalam saksi layer kaca

Ataupun Penggorengan yang mengingatkan kita pada teriakan lelah para ibu

Minyak sayur terbang menari nari dalam permainan rupa yang semakin tak waras

Kelelahan mengirimkan pesan tak beralamat

Karena alamat sering saja tak tepat karna singgah oleh nuraniyang semakin mengecut

Ruang ruang negeri ini semakin tak kukenal

Nasi telah berubah aking yang berpose dilayar kaca

sembari liur wisata kuliner dinegeri dongeng para raja yang berpesta

Menemani santap siangnya dalam Menyambut kemenangan di kursi yang empuk

tikus tikus yang bertahta semakin tertatar serupa menyongsong keseragaman

Seragam Colklat, hijau ,kuning ,ataupun abu abu

serentak berdemo kebohongan yang berjamaah dalam adonan system yang gila dimeja hijau menjujung uang yang telah menjadi berhala

hingga mataharipun semakin panas tanpa nabi yang terbawa menyenteri jalannya

duka jaman semakin telanjang dan terpampang kenegeri seberang

membanggakan kulit kulit ari pejuang tua yang semakin gelap

Sujud telah kering ,air mata telah hanyut oleh banjir

Busung lapar tergelepar dinegeri yang subur

Gempa dan longsorpun ikut serta mengguncang kepekasan negerii ini

Tapi

Apakah badai yang bergandengan dengan hujan tak jua menghantarkan kita untuk bangun dari mimpi buruk ini?

Terjagalah engkau hati yang terselimuti mata yang basah

Cucilah muka mu dari bulir bulir kerak malam negeri ini

Agar kau tak melihat batik menyelimuti mayat mayat

yang menghias layar kaca diseluruh dunia

Atau tempe yang tak berkedelai lagii

Padang,February 25 2008

Sapa awan siang ini untuku

Hai adakah kau lihat langit siang ini begitu cerah?

Dan aku silayang laying biru meyatu dengan langit

Adakah kau baca hadirku ?

Yang meraba langit sejak hatimu menyatukan harapanku

Dan kau !

Kemarilah dengan sayap awanmu

Kusambut kau dalam belaian geliat awan siang ini

Lunaskan letihmu meningggalkan lara yang merah

Ada banyak warna yang kan hadir nanti

Mawarku akan bermekaran

Embun telah terbang

Bening pepohonan akan menakjubkan

Dan kita akan berlari lari dalam belaian angin

Melupakan keringat yang telah beku

Setelah itu kita lahirkan lagi jejak baru

Dalam perjalann jarum jam yang tak tertahan

Terus melahirkan keringat dan berdetak

Ayo sayang sambut tanganku dalam gelora hangatmu

Kan kusebut kau dalam setiap sapa dan salam

Padang, Januari, 14 2008

SENJA

Lihat!

Selembar daun gugur dilayangkan angin yang lalu lalang

Menghantarkan diujung jemari kakiku yang terus saja sayup

Meraba goresan kering dari kepalaku

Dan ia menatapku begitu pana memelas

Dan membisik dalam getar dadaku yang ingin berteriak,

hingga kulai bibir mupun berkata

“Jangan biarkan aku jatuh di bumi yang basah tanpa kata yang pasti!”

Sementara

senandungku terus saja jingga oleh senja yang tak sabar menjemput malam

Hingga mawar ditaman ku menyisir kelopaknya

Dan getaran itu tak terelakan lagi

Tersiram oleh cucuran hujan dibulir bulir bulu mataku

Dan Kata gundah terus tertabur

Kata apa yang akan kupilih untuk menghibur ribuan kalimat yang kusam

Maret 6 2008

Sayap Sayap Ombak sore ini

Pada pandangan yang begitu dalam

kesudut biru

Aku menantimu dalam pesona gemuruh riuh pantai sore ini

Seperti Geliat laut yang mengejar pantainya

Ak pernah habis

Aku ada diduniaku

Dan aku mengagumi duniamu

Sertaku ingin lahir diduniamu dan beranak di perpaduan bumi rahim kita

Bumi terus akan bangkit dalam sapaan matahari dan bulan

Dan membangunkan auraku dengan wewangian suara suara perkasa

Degap desir pantai disore ini masih menyuaraiku

dalam tenangnya angin yang memebelai lelahku

setelah panat menggali siang dan mengejar matahari

angin teriakan la harapanmu terus untukku

dan ketika kau lelah jangan lupakan aku dikesunyian sore ini

aku kan setia menggeraikan rambutku untuk selalu kau belai

Aku masih saja disini

diriuh semangat pantai sambil menyasikan anak anak menari dengan ombak

setinggi bola bola riang yang terhhutal tinggi setingggi harapan

dan teriakan teriakan pastinya

pandanganku menghabiskan kelapa muda yang tak sabar menyajikan rindu untukku

semoga saja riang dan kesetiaan yang membelai nyawaku

masih akan selalu mampu menyampaikan pesanku ntuk malaikat sore ini

padang ( Taplau) Januari 23,2008

Ada tetesan keringat di sepanjang jalan angso duo

Sebatang pohon yang telah meyerahkan dirinya untuk megabdi

Menjadi gerobak harapanpada Seorang tukang gerobak

yang membelai harinya

dengan kulit lusuh kecoklatan

dan urat nadi yang terus mengalir

dan berbaris tersendat sendat oleh perpacuan jos dan kenalpot

ada wajah yag masih ku kenal dizaman keram ini

dalam layang terbaring di tangkai gerobak lusuh

sambil berkipas kipas ratapan yang tak berujung dikebisingan kendaraan yang berdegap mondar mandir membelai lelahnya

kulit lebamnya menggambarkan peta perjalanan hidunya

tetapi tetap saja ia kehilagan jejak

ditelapak kaki yang telah kebal oleh panasnya aspal perjalananya

dan langkahnya semakin tebal oleh nasip yang semakin bebal

angso duo yang tak pernah mati terus merasakan asin keringatnya

tetapi zaman tak sabarmengejar metropolitan dalam kepingan ruko ruko

February 12,2008

Tidak ada komentar: